Mengatasi Masalah Kemiskinan Membutuhkan Dukungan Banyak Pihak

pemberdayaan masyarakat
Pemberdayaan : Cara Untuk Mengatasi Masalah Kemiskinan Membutuhkan Dukungan Dari Banyak Pihak, bukan hanya dalam skala lokal, namun juga dalam skala yang lebih luas.
Masalah kemiskinan di Indonesia memang bukan cerita baru, karena paradigma kemiskinan merupakan bagian dari sejarah yang melatarbelakangi berdirinya negara ini. Sejak jaman kerajaan-kerajaan  lampau, kemiskinan merupakan wujud pengkelasan masyarakat mengenai latar belakang kekuasaan, kekayaan, kemakmuran serta hubungan kekerabatan. Hingga kini, hal tersebut tetap ada dan menjadi keprihatinan tersendiri.

Di Kelurahan Sukarami Kecamatan Selebar Kota Bengkulu, keluarga Mulyadi, 38 tahun adalah fakta nyata bahwa kemiskinan di Indonesia merupakan masalah yang sangat krusial yang membutuhkan perlakuan tertentu dan juga partisipasi dari banyak pihak, bukan hanya tergantung dari satu pihak saja, dalam hal ini adalah pemerintah. Pemerintah, melalui program PNPM-Mandiri Perkotaan (sebelumnya P2KP atau Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan) memang melakukan intervensi di bidang lingkungan, ekonomi dan sosial (lebih dikenal dengan istilah Tridaya). 

Namun dengan anggaran yang disediakan melalui APBN dan didampingi dana daerah (APBD/DDUB), belumlah mencukupi untuk benar-benar mengangkat masyarakat yang belum berdaya keluar dari situasi mereka saat ini, apalagi anggaran tersebut didistribusikan ke seluruh wilayah di Indonesia. Belum lagi bentuk perhatian pemerintah dan lembaga-lembaga lain seperti BUMN lebih kepada peningkatan pendapatan dan perekonomian keluarga melalui bantuan mikro atau peminjaman modal usaha kecil, UKM dan wirausaha kepada keluarga-keluarga yang memiliki usaha dagangan dan sejenisnya. Padahal dalam mekanismenya, bantuan modal ini diperuntukkan kepada masyarakat yang sudah memiliki syarat-syarat untuk mendapatkan bantuan permodalan tadi dalam rangka menciptakan situasi kondusif dan nyaman, yaitu rumah, sarana dan peluang usaha dagang, pendapatan, jaminan dan sebagainya. Dengan kata lain, bantuan ini belum kepada sasaran orang miskin sebenar-benarnya warga yang tidak dan atau belum berdaya, belum memiliki kemampuan dan kemandirian. 

Keluarga Mulyadi merupakan salah satu warga yang masuk dalam data warga miskin (hasil Pemetaan Swadaya atau PS2) yang dilakukan oleh Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM) Maju Bersama Kelurahan Sukarami. Keluarga ini oleh BKM menjadi salah satu warga prioritas calon penerima manfaat (pemanfaat) program melalui BLM tahun 2012, berupa rehab rumah. Bersama Ibu Ica, salah seorang warga setempat yang juga pengurus BKM, Tim Fasilitator 03 dari Koorkot Kota Bengkulu PNPM-Mandiri Perkotaan melakukan survey penentuan lokasi kegiatan. Survey tersebut juga mengikutsertakan pihak Kecamatan dan Kelurahan. 

Masalah Kemiskinan
Saat melakukan survey rumah di RT 19 itulah terlihat sesosok tubuh kurus layaknya kulit membalut tulang tergeletak ditutupi kain sarung. Tubuh yang tergeletak di atas tikar tersebut adalah Nurbaiti, 32 tahun istri Mulyadi. Informasi dari beberapa warga yang juga ikut hadir dalam survey itu, Nurbaiti sudah hampir 5 bulan sakit dan tidak dapat berdiri. Warga berasumsi dia menderita malaria dan thypus. Sekujur tangan terlihat melepuh. Menurut Mulyadi, selama sakit itu Mulyadi telah menjual sejumlah harta benda, termasuk sepeda motor yang biasa digunakan sebagai transportasi untuk bekerja sebagai buruh kebun milik pengusaha di daerah Bengkulu Tengah. Kesialan memang sedang menghinggapi keluarga itu. Pada saat istrinya sedang sakit, Mulyadi diberhentikan sepihak oleh pemilik kebun tanpa alasan yang jelas. Alhasil, selama lebih kurang 5 bulan tidak ada biaya untuk membawa istrinya berobat. 

Sejumlah warga yang prihatin dengan keadaan keluarga itu pernah membantu untuk mengurus surat-surat dan administrasi lainnya untuk pengobatan gratis (saat ini Pemerintah Kota Bengkulu sedang melakukan program Jamkeskot dan Jamkesda). Namun karena ketidakjelasan informasi, birokrasi yang terlalu rumit dan berliku-liku serta rekomendasi-rekomendasi yang tidak jelas dari pihak-pihak yang berkaitan menyebabkan warga menjadi patah arang, dan akhirnya pasrah.

Pada momen tersebut pihak Fasilitator menyayangkan perhatian Ketua RT maupun Kelurahan dan Kecamatan yang selama lebih 5 bulan tidak melakukan rencana tindak lanjut apalagi setelah warga pernah melaporkan kejadian itu. Saat dimintai pertimbangan dan tindakan selanjutnya pun dari Kecamatan dan Kelurahan bimbang dan bingung. Melihat situasi itu, Tim Fasilitator kemudian berinisiatif untuk menghubungi beberapa pengurus BKM dampingan dari Kelurahan lain untuk bisa membawa Nurbaiti ke Puskesmas atau Rumah Sakit terdekat. Salah seorang pengurus BKM dari kelurahan lain yang kebetulan aktif di sebuah partai politik di Kota Bengkulu segera menyambut baik permintaan itu dan akan segera mengirimkan transportasi yang saat itu menjadi kendaraan dinas untuk kegiatan sosial partai tempat beliau beraktifitas.

Mendengar bahwa ada pengurus partai tertentu yang akan membantu, perwakilan Kecamatan-Kelurahan serta merta mengajukan diri untuk membantu dan menyarankan untuk membatalkan akomodasi dari BKM lain (kemungkinan tendensi politik sangat terasa, karena saat ini merupakan masa pendekatan massa menjelang Pemilihan Kepala Daerah Kota Bengkulu ). Akhirnya disepakati bahwa pihak Kecamatan dan Kelurahan akan menyediakan transportasi untuk membawa Nurbaiti ke RSUD M.Yunus.

Pada akhirnya Nurbaiti dibawa keesokan harinya menggunakan mobil dinas Kecamatan dan langsung mendapatkan perawatan medis. Berdasarkan hasil pemeriksaan darah, Nurbaiti ternyata menderita TB Akut Stadium Akhir, yang oleh tim medis menyatakan sulit memastikan apakah si penderita bisa sembuh atau tidak, karena berdasarkan kasus-kasus sebelumnya para pasien penderita penyakit itu tidak tertolong. Ini disebabkan oleh keterlambatan tindakan penanganan.

Selama di RSUD kebutuhan Nurbaiti dan keluarga, termasuk anak-anaknya yang masih kecil disediakan oleh Tim Fasilitator secara swadaya. Sangat disayangkan belum ada respon dan tindak lanjut dari aparat Kelurahan dan Kecamatan untuk memenuhi kebutuhan keluarga tersebut. Pada saat yang bersamaan, mengingat keadaan swadaya yang terbatas Tim Fasilitator berkoordinasi dengan pihak Koorkot untuk dapat mempertimbangkan menghubungi beberapa tokoh masyarakat maupun pejabat daerah agar dapat membantu keluarga Mulyadi. 

Kasus Mulyadi memang bukan yang terburuk yang pernah ada terkait kemiskinan. Sebelumnya di daerah Kelurahan Betungan, dengan kejadian yang hampir sama warga miskin penderita penyakit akhirnya meninggal. Hal-hal yang lebih pahit mungkin malah menjadi dinamika sehari-hari di daerah lain. Namun yang menjadi masalah adalah, seberapa besar perhatian masyarakat secara umum mengenai hal ini, terutama lembaga-lembaga dan instansi-instansi pemerintah. Seberapa luas informasi yang beredar, seberapa banyak respon yang didapat,dan seberapa banyak orang-orang yang benar-benar peduli dan memberikan bukti nyata bahwa mereka memang membantu. Kenyataannya adalah bahwa kemiskinan dan masyarakat miskin dijadikan sebagai alat dan kepentingan tertentu. Tentu saja ini menjadi ironis, mengingat program-program pro-rakyat dan pro-kemiskinan yang menjadi jargon politik tidak sebenar-benarnya menyentuh masyarakat miskin yang notabene adalah basis suara mereka di peta politik baik lokal maupun nasional. 

Bagi Tim Fasilitator 03, kejadian ini merupakan bagian dari dinamika pemberdayaan masyarakat itu sendiri.Namun demikian, perhatian dan bantuan bagi masyarakat kurang mampu masih terbuka dari orang-orang atau kelompok yang memang peduli dan ikhlas membantu, karena pada dasarnya Penanggulangan Kemiskinan Membutuhkan Dukungan dan Partisipasi Banyak Pihak.


Disampaikan sebagai Best Practice Tim 03 dalam Rakor Faskel 23 April 2012


Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url