Mendorong Pemberdayaan Sejalan Dengan Aspek Proyek
Menurut Robinson (1994), pemberdayaan adalah sebuah proses pribadi dan sosial, suatu bentuk pembebasan kemampuan pribadi, kompetensi, kreatifitas dan kebebasan bertindak.
Bila mengacu pada konsep ini, pemberdayaan masyarakat dapat diartikan sebagai suatu proses pengembangan diri pribadi dalam lingkungan sosial, demikian pula dengan lingkungan sosial itu, sehingga individu dan kelompok-kelompok sosial serta ragam interaksi dan dinamika didalamnya yang membentuk sebuah masyarakat dengan karakternya, dapat memiliki peningkatan baik dari cara berpikir, cara bertindak, cara berkomunikasi dan berinteraksi, demikian pula potensi yang dimiliki. Dengan demikian terjadi perubahan selama proses itu terjadi.
Bila mengacu pada konsep ini, pemberdayaan masyarakat dapat diartikan sebagai suatu proses pengembangan diri pribadi dalam lingkungan sosial, demikian pula dengan lingkungan sosial itu, sehingga individu dan kelompok-kelompok sosial serta ragam interaksi dan dinamika didalamnya yang membentuk sebuah masyarakat dengan karakternya, dapat memiliki peningkatan baik dari cara berpikir, cara bertindak, cara berkomunikasi dan berinteraksi, demikian pula potensi yang dimiliki. Dengan demikian terjadi perubahan selama proses itu terjadi.
Mengapa harus mengambil teori dari Robinson ? Memang banyak pakar sosiologi dan pemberdayaan masyarakat yang menerapkan materi text book masing-masing dalam aplikasi di lapangan, namun paling tidak apa yang disampaikan oleh Robinson lebih mengena pada implementasi yang diterapkan di Tim 3. Mengapa demikian ? Karena, seperti yang pernah saya sampaikan dalam Pelatihan Dasar Fasilitator OC-2 Desember 2011 dan Pelatihan Penguatan Fasilitator Juni 2012 bahwa pendekatan sosial tergantung dari dinamika setempat, sehingga dibutuhkan waktu yang tidak sama dalam hubungannya dengan orientasi target. Bila penentuan target terhadap semua tempat disamakan, maka output yang diharapkan akan sama kejadiannya dengan program-program pemberdayaan yang sudah-sudah yang pernah dilakukan oleh baik pemerintah maupun lembaga pemberdayaan sebelumnya.
Pemberdayaan sebenarnya memiliki banyak metode, dan Tim 3 mencoba menemukenali serta melakukan review terhadap sejumlah metode, baik yang pernah dan sedang dilakukan oleh Tim 3 sendiri atau lembaga-lembaga pemberdayaan sebelumnya, maupun yang belum sempat atau bahkan tidak pernah dimunculkan di lapangan. Melihat kondisi masyarakat dan dinamika di dalamnya, ragam metode tadi sangat penting dilakukan dengan fleksibel, karena satu hal yang patut kita pertimbangkan adalah kita tidak bisa memaksakan segala sesuatunya sesuai dengan apa yang diinginkan, walaupun sebenarnya kita berharap segala sesuatunya dapat berjalan dan terlaksana seperti yang diinginkan.
Bahasa menemukenali dan melakukan review terkesan teoritis dan seolah formal, namun bahasa itu perlu ditekankan meskipun pelaksanaannya di lapangan belum tentu seperti itu. Mengapa demikian ? Karena pada dasarnya dinamika itu tidak konstan, selalu berubah-ubah, dan berjalan seiring keadaan. Artinya, dengan menemukenali dan review metoda, penerapannya dapat dilakukan sesuai dengan kebutuhan program, sehingga dengan demikian diharapakan dualisme aspek program yaitu sisi pemberdayaan dan proyek bisa sejalan.
Topik ini sengaja kami angkat sebagai best practice, sebagai tanggapan positif terhadap adanya opini yang tidak jelas sumbernya, yang menyatakan Tim 3 main terabas saja dalam penentuan kegiatan BLM. Hal ini juga menjadi bahan pertanyaan kami ke seluruh pengurus BKM dampingan Tim 3 dan beberapa KSM yang pernah dan sedang melaksanakan kegiatan sehubungan realisasi BLM I dan rencana realisasi BLM 2 2012. Ini jelas sangat penting bagi Tim 3, khususnya dalam hal memperbaiki kinerja dan juga mempererat hubungan dan kerja sama Tim 3 dengan BKM-KSM Kelurahan Dampingan Tim 3, demikian juga kerja sama lintas BKM di wilayah tugas Tim 3.
Dalam sejumlah pertemuan dan proses pendampingan yang dilakukan oleh SF, Fasilitator CD dan Fasilitator Ekonomi Tim 3 baik dalam pembuatan proposal, pembuatan LPJ, penentuan lokasi kegiatan sesuai Bappuk Renta 2012 dan Renta PJM 2012-2014 dengan BKM-KSM maupun aparat kelurahan, kami dengan sengaja mengutarakan ini sebagai bahan percakapan non formal. Hal ini sengaja kami jadikan bahan obrolan atau diskusi non formal karena dengan situasi begini, pengurus BKM dan aparat kelurahan merasa lebih santai dan lebih terbuka dalam beropini dan menyampaikan pendapat.
Keterbukaan adalah salah satu kata kunci yang menjadi peranan penting dalam komunikasi pemberdayaan. Saya mengistilahkan komunikasi pemberdayaan karena menurut saya dan kami Tim 3 bahwa jenis komunikasi itu banyak, tergantung jenis, jenjang, wilayah dan pelaku komunikasi itu. Artinya, tidak ada kesan ketertutupan sebagaimana kebiasaan yang terjadi di lingkungan birokrasi. Apalagi bila interaksi vertikal atasan dan bawahan, pemerintah dan masyarakat, interaksi ini bahkan lebih birokratif. Bisa jadi pengurus BKM malah lebih sering menganggukkan kepala meng’iya’kan instruksi dan arahan daripada mengutarakan pandangan dan akhirnya malah melakukan kelalaian dalam pelaksanaan kegiatan.
Sebagai contoh, dalam diskusi Tim 3 yang dilakukan Fasilitator CD, Fasiliator Ekonomi dan Senior Fasilitator dengan Koordinator BKM Gedang Bersatu Bapak Mardan Siregar dan Lurah Jalan Gedang Bapak Herzi mengenai program rehab rumah BSPS-Menpera tanggal 11 Juli 2012 lalu, dalam waktu 2 hari seluruh hal administratif harus selesai mengenai usulan penerima manfaat program rehab sampai tuntas di tahun 2012 ini. Secara prinsip organisasi, sudah jelas siapa pelaku di lapangan dan kepada siapa koordinasinya. Namun kesulitan waktu dan pelaksanaan input yang menjadi kendala utama mereka untuk dapat mengejar tenggat target yang diberikan oleh Bappeda Kota Bengkulu membuat Tim 3 membuka diri. Dalam situasi itu, tercetus ide berbagi tugas dengan fasilitator. Bapak Lurah bersama-sama RT dan BKM turun langsung dalam update data dan foto, sedangkan input data dikerjakan bersama dengan fasilitator. Target akhirnya dapat dikejar dalam 2 hari setelah input data dilakukan dalam 1 malam dan 1 hari.
Hal yang perlu disampaikan adalah, bahwa dengan keterbukaan dan kebersamaan segala hal bisa dilakukan dengan cepat dan mudah, tentunya dengan koridor yang telah ditentukan. KETERBUKAAN DAN KEBERSAMAAN BISA MEMINIMALISIR KENDALA LAPANGAN. Keluh kesah dan keterbukaan BKM serta Bapak Lurah dalam kondisi informal ternyata bisa diselesaikan secara bersama-sama bila keterbukaan itu disambut dengan keterbukaan pula.
Inovasi dan kreatifitas merupakan kata kunci lain dalam memaksimalkan pemberdayaan dalam hubungannya dengan orientasi target proyek. Sebagai contoh, berdasarkan hasil diskusi di lapangan dengan Bapak Budiarto selaku UPL BKM Danau Indah Kelurahan Dusun Besar, mereka berupaya kreatif dan inovatif dalam mengerjakan kegiatan rehab rumah BLM I 2012 meskipun detil-detil RAB sangat membatasi. Ada komponen-komponen yang sangat penting dalam pengerjaan rumah, baik dari sisi kualitas dan eksotisnya, namun ternyata tidak muncul dalam RAB.Untuk mengatasi itu, UPL dan KSM sepakat untuk menekankan pentingnya kemanfaatan yang berkualitas meskipun rincian dananya secara tertulis kemungkinan besar tidak bisa mengakomodir itu secara maksimal. Ternyata hal ini diberlakukan tidak hanya untuk kegiatan rehab rumah, namun seluruh kegiatan lain yang sedang berlangsung. PEMBERDAYAAN ITU MEMBUTUHKAN INOVASI DAN KREATIFITAS,TIDAK TERPENJARA DALAM KERTAS.
Kerja sama adalah bagian dari kebersamaan. Kerja sama adalah kata kunci selanjutnya dalam mendorong pemberdayaan. Dalam pendampingan pembuatan LPJ oleh Fasilitator CD, Fasilitator Ekonomi dan SF Sabtu 13 Juli 2012, tepatnya malam minggu di rumah saya, terungkap sejumlah informasi seputar BLM, kegiatan PNPM-Perkotaan maupun di luar itu. Pendampingan LPJ itu sebenarnya untuk mengakomodasi kebutuhan administrasi kegiatan BLM BKM Kelurahan Sukarami dan Pagar Dewa. Tapi siapa sangka BKM Kelurahan Dusun Besar dan Jalan Gedang juga ikut nimbrung . Adalah sebuah kebanggaan dan kesukaan tersendiri bagi saya ketika rumah dan sekaligus posko alternatif Tim 3 dikunjungi oleh tokoh-tokoh BKM, apalagi bila kunjungan itu tidak melulu mengenai pelaksanaan kegiatan, tapi justru mengungkapkan ide-ide dan terobosan yang lebih membangun.
Dalam pertemuan informal itu disepakati secara lisan mengenai rencana kerja inovatif dan kreatif yang tentunya membutuhkan kerja sama. Bapak Mardan menawarkan gerobak KUGERBAS yang dibinanya kepada masyarakat di bawah lingkup BKM lain, dan disambut positif oleh BKM Sukarami, Pagar Dewa dan Dusun Besar. Mereka akan menindaklanjuti usulan itu dengan mengusulkan calon penerima manfaat tidak lagi melalui dana BLM, tapi langsung kepada KUGERBAS. BKM Kelurahan Dusun Besar menawarkan rencana Tabot Expo BKM Tim 3, dan juga disambut positif oleh yang lain. Melihat dinamika yang muncul, yang sebenarnya sudah kami rencanakan pada kegiatan-kegiatan sebelumnya, membuktikan bahwa sebenarnya BKM dan masyarakat di dalamnya membutuhkan terobosan dan lembaga yang mengcover mereka di seluruh aspek humanisme yang berhubungan dengan penanggulangan kemiskinan, atau lebih detil lagi yaitu menciptakan lapangan kerja dan peningkatan kesejahteraan.
Sekali lagi, KERJA SAMA YANG DINAMIS BISA MENDORONG PENINGKATAN MUTU PEMBERDAYAAN, tidak hanya kerja sama dalam lingkup BKM, tapi kerja sama antar BKM, BKM dengan fasilitator dan dalam tim fasilitator itu sendiri. Ini menjadi sebuah pembelajaran buat Tim 3 untuk saling menguatkan dan melapisi. Membiarkan anggota BKM berdaya dengan upaya sendiri tentunya bukan hal yang bijaksana, apalagi bila melepaskan BKM mengerjakan proposal dan progres LPJ dengan opini bahwa tugas fasilitator hanya sebatas job description saja, selesaikan tugas masing-masing (analogi dan persepsi yang disampaikan oleh Bapak Budiarto, sebagaimana mereka saling menguatkan dan melapisi) . Pemberdayaan ternyata tidak melulu hanya di kantor atau juga di sekretariat, tapi bisa di mana saja selama bisa memfasilitasi kebutuhan.
Mendorong kebersamaan itu susah-susah gampang. Tapi sebenarnya, bila ditanam dengan baik, mudah-mudahan yang dituai juga baik. Tergantung bagaimana setiap orang di dalamnya menanggapi dan menyikapinya. Ketidakbisaan untuk menerima orang lain, sebenarnya bisa diatasi dengan keberanian untuk terbuka, mau bekerja sama, berani membuka komunikasi dan mau mengatasi perbedaan yang ada. Bagaimana kita mengatasi itu, demikian pula kita menerapkannya di lapangan.
Bapak Mardan dan Bapak Budiarto serta Bapak Jarunadi dalam diskusi ringan di posko alternatif Tim 3 menyatakan, tidak penting siapa yang melakukannya, tapi lebih penting bagaimana prosesnya dan apa manfaatnya bagi orang banyak.
Kerja sama adalah bagian dari kebersamaan. Kerja sama adalah kata kunci selanjutnya dalam mendorong pemberdayaan. Dalam pendampingan pembuatan LPJ oleh Fasilitator CD, Fasilitator Ekonomi dan SF Sabtu 13 Juli 2012, tepatnya malam minggu di rumah saya, terungkap sejumlah informasi seputar BLM, kegiatan PNPM-Perkotaan maupun di luar itu. Pendampingan LPJ itu sebenarnya untuk mengakomodasi kebutuhan administrasi kegiatan BLM BKM Kelurahan Sukarami dan Pagar Dewa. Tapi siapa sangka BKM Kelurahan Dusun Besar dan Jalan Gedang juga ikut nimbrung . Adalah sebuah kebanggaan dan kesukaan tersendiri bagi saya ketika rumah dan sekaligus posko alternatif Tim 3 dikunjungi oleh tokoh-tokoh BKM, apalagi bila kunjungan itu tidak melulu mengenai pelaksanaan kegiatan, tapi justru mengungkapkan ide-ide dan terobosan yang lebih membangun.
Dalam pertemuan informal itu disepakati secara lisan mengenai rencana kerja inovatif dan kreatif yang tentunya membutuhkan kerja sama. Bapak Mardan menawarkan gerobak KUGERBAS yang dibinanya kepada masyarakat di bawah lingkup BKM lain, dan disambut positif oleh BKM Sukarami, Pagar Dewa dan Dusun Besar. Mereka akan menindaklanjuti usulan itu dengan mengusulkan calon penerima manfaat tidak lagi melalui dana BLM, tapi langsung kepada KUGERBAS. BKM Kelurahan Dusun Besar menawarkan rencana Tabot Expo BKM Tim 3, dan juga disambut positif oleh yang lain. Melihat dinamika yang muncul, yang sebenarnya sudah kami rencanakan pada kegiatan-kegiatan sebelumnya, membuktikan bahwa sebenarnya BKM dan masyarakat di dalamnya membutuhkan terobosan dan lembaga yang mengcover mereka di seluruh aspek humanisme yang berhubungan dengan penanggulangan kemiskinan, atau lebih detil lagi yaitu menciptakan lapangan kerja dan peningkatan kesejahteraan.
Sekali lagi, KERJA SAMA YANG DINAMIS BISA MENDORONG PENINGKATAN MUTU PEMBERDAYAAN, tidak hanya kerja sama dalam lingkup BKM, tapi kerja sama antar BKM, BKM dengan fasilitator dan dalam tim fasilitator itu sendiri. Ini menjadi sebuah pembelajaran buat Tim 3 untuk saling menguatkan dan melapisi. Membiarkan anggota BKM berdaya dengan upaya sendiri tentunya bukan hal yang bijaksana, apalagi bila melepaskan BKM mengerjakan proposal dan progres LPJ dengan opini bahwa tugas fasilitator hanya sebatas job description saja, selesaikan tugas masing-masing (analogi dan persepsi yang disampaikan oleh Bapak Budiarto, sebagaimana mereka saling menguatkan dan melapisi) . Pemberdayaan ternyata tidak melulu hanya di kantor atau juga di sekretariat, tapi bisa di mana saja selama bisa memfasilitasi kebutuhan.
Mendorong kebersamaan itu susah-susah gampang. Tapi sebenarnya, bila ditanam dengan baik, mudah-mudahan yang dituai juga baik. Tergantung bagaimana setiap orang di dalamnya menanggapi dan menyikapinya. Ketidakbisaan untuk menerima orang lain, sebenarnya bisa diatasi dengan keberanian untuk terbuka, mau bekerja sama, berani membuka komunikasi dan mau mengatasi perbedaan yang ada. Bagaimana kita mengatasi itu, demikian pula kita menerapkannya di lapangan.
Bapak Mardan dan Bapak Budiarto serta Bapak Jarunadi dalam diskusi ringan di posko alternatif Tim 3 menyatakan, tidak penting siapa yang melakukannya, tapi lebih penting bagaimana prosesnya dan apa manfaatnya bagi orang banyak.
disampaikan sebagai Best Practice Juli oleh Tim 3
ARTIKEL SEPUTAR PEMBERDAYAAN TIM 3 DI BLOG
mantappp....